Kamu asalnya dari mana?
Pertanyaan dari salah seorang teman sesama peserta Pertukaran Pemuda Antar Negara Jawa Barat kepada saya.
Entah mengapa saya harus berpikir sepersekian detik terlebih dahulu jika dihadapkan dengan pertayaan serupa dalam berbagai kesempatan.
Depok, jawab saya kemudian.
Ya, dalam kesempatan ini saya memang mewakili Kota Depok.
Kembali ke asal muasal, saya juga sebenarnya kurang paham tentang teori asal muasal, tentang kriteria seseorang dikatakan sebagai orang A, orang B, dan seterusnya. Apakah berdasarkan keturunan orang tua, apakah berdasarkan tanah kelahirannya, atau malah berdasarkan lingkungan ia dibesarkannya? Entahlah.
Yang pasti saya merupakan anak dari pasangan suami istri Jawa tulen. Ibu saya lahir di Purbalingga, alm Ayah saya lahir di Purwokerto. Keduanya fasih berbahasa Jawa.
Kemudian orang tua saya memutuskan untuk merantau ke Jakarta, mereka dipertemukakan di Kota yang identik dengan ondel-ondel ini, sampai akhirnya memutuskan untuk mengucap janji suci pernikahan disini. Jakarta menjadi tempat kelahiran 4 dari 5 buah hati mereka, hanya 1 yang lahir di Purwokerto.
Singkat cerita, saya lahir. Dalam catatan sipil, nama Bogor lah yang secara otomatis dituliskan sebagai tempat kelahiran saya di Akta kelahiran. Ya mau bagaimana lagi, toh saya juga gak bisa menolak dan memilih untuk lahir dimana.
Tahun 1999, Kabupaten Bogor mengalami pemekaran. Kotamadya Depok kemudian muncul sebagai daerah otonom baru. Hal ini membuat semua dokumen saya dan keluarga berubah, KTP dan KK yang tadinya bertuliskan Kabupaten Bogor, kini bertuliskan Kotamadya Depok.
Saya keturunan Jawa asli, dilahirkan di tanah Bogor yang kini berubah menjadi Depok.
Perlu diketahui, saya lahir di Bogor pinggiran kota Jakarta. Bukan di Bogor nun jauh disana yang masih berbahasa Sunda dalam berkomunikasi sehari-hari.
Masa TK dan SD saya dihabiskan di sekolah yang berada di Depok, saat itu saya juga diajarkan Bahasa Sunda di sekolah.
Namun masa SMP dan SMA saya dihabiskan di sekolah yang berada di kawasan Jakarta Timur. Rumah saya memang dekat dengan perbatasan Depok dengan Jakarta, jadi tak heran jika saya amat lekat dengan kota Jakarta. Walaupun tinggal di Depok, lingkungan dan budaya tempat saya tinggal bisa dikatakan Jakarta banget, bahkan dulu saya sangat antusias mendukung Persija Jakarta dan nonton langsung ke stadion Lebak Bulus beberapa kali bersama teman-teman lain yang menyebut dirinya Jak Mania.
Secara budaya, saya lebih lekat dengan budaya Jawa. Setiap hari saya selalu mendengar percakapan Bahasa Jawa yang dilakukan oleh kakak saya di rumah. Bisa dibilang Jawa adalah bahasa yang cukup saya kuasai walaupun tidak menggunakannya secara aktif. Lalu bagaimana dengan Bahasa Sunda? Bahasa tanah kelahiran saya. Saya pernah mempelajarinya beberapa tahun di SD, saya juga masih mengerti jika ada orang yang bicara Bahasa Sunda, namun tak banyak kosakata yang saya ketahui. Bagaimana dengan Jakarta? karena lingkungan dan letak geografis yang sangat dekat membuat saya tahu hampir semua kebudayaan Jakarta.
Saya cinta dengan kesemuanya, darah Jawa mengalir lekat dalam tubuh saya, namun saya harus mewakili nama Depok dan Jawa Barat dalam beberapa kesempatan karena saya dilahirkan di tanah Sunda, dan lingkungan jakarta yang membantu saya tumbuh dewasa memaknai arti kehidupan yang sesungguhnya.
Lantas orang manakah saya?
Saya lebih suka menyebutnya "Saya orang Jawa yang lahir di tanah Sunda dan dibesarkan di lingkungan Jakarta".
Ditulis di dalam perjalanan travel Bandung-Jakarta, 16 Maret 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar