Senin, 10 Februari 2014

Dari Indramayu Sampai Jepang

Suasana perpisahan dengan siswa kelas 2 SDN Cemara Kulon, 2 Februari 2014



Indramayu, kota yang katanya terkenal sebagai penghasil mangga, ikan, dan udang. Udang dan Ikan bandeng yang kita makan di Jakarta mayoritas adalah pasokan kota yang dipimpin oleh seorang Bupati perempuan ini. Tahun ini, gerakan UI Mengajar angkatan 3 mengambil tempat disini. Di kota yang ternyata masih banyak desa-desa yang cukup memprihatinkan keadaan pendidikannya. Mulai dari masalah SDM guru, siswa, sampai pada fasilitas menjadi masalah utama disini. Berbekal dengan keinginan untuk mengabdi di negeri sendiri, saya memberanikan diri untuk mendafar program Gerakan UI Mengajar. Mengajar adalah hal yang asing bagi saya, belum pernah ada pengalaman mengajar sebelumnya kecuali sedikit menengok anak-anak Saung Sastra, Progam Kerja Departemen Sosial Masyarakat BEM FIB UI yang bertempat di kawasan Sukmajaya Depok. 



Alhamdulillah berbagai tahap seleksi berhasil saya lewati, mulai dari essai, FGD, Simulasi Mengajar, dan wawancara. Singkat cerita saya terpilih menjadi 1 dari 36 pengajar Gerakan UI Mengajar Angkatan 3. Suatu kebanggan tersendiri, dimana saya diberi kesempatan untuk mengabdikan diri untuk bangsa lewat jalur pendidikan. Ya, Allah memang tidak pernah tidur, ketika ada niat baik, usaha, dan doa apapun yang kita inginkan InsyaAllah pasti akan diberikan. 

Singkat cerita saya ditempatkan di titik 5 Desa Cemara Kulon bersama 5 pengajar hebat lainnya yaitu Umarotun Niswah (FKM UI 2011), Fathia Agzarine Deandra (FKG UI 2011), Salsabila Mayang Sari (Psikologi 2011), Annisa Rahmawati (FIK UI 2010), dan Annisa Amalia (FISIP UI 2011). Kami menyebut diri kami Power Ranger, jika Power Ranger yang biasa ada di TV menumpas kejahatan, kami menumpas masalah pendidikan di negeri ini, walaupun apa yang kami lakukan tidak seberapa. Dengan waktu hanya 23 hari mustahil bagi kami untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”, yang kami lakukan hanya berusa menginspirasi dan memotivasi siswa-siswa sekolah dasar untuk terus belajar guna menggapai cita-cita dan masa depan yang lebih baik. 

Hari demi hari indah di Indramayu kami lewati, namun karena musibah yang tidak bisa diprediksi (lihat postingan saya sebelumnya disini) kami memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Ketika sedang mempersiapkan untuk kembali lagi ke Desa Cemara Kulon, tak sengaja saya melihat pengumuman kesempatan exchange program ke Jepang di Facebook, namanya Jenesys. Tanpa pikir panjang saya langsung berniat mencoba-coba mengirimkan berkas, gak ada salahnya juga coba-coba toh kalo gak lolos pun gak masalah, pikir saya. Berkas sudah berhasil dikirim via email, kemudian saya dan pengajar lain kembali lagi ke Desa Cemara Kulon. 31 Januari, waktu dimana diumumkannya 150 nama Peserta yang berhasil lolos seleksi berkas Program Jenesys. Setiap doa saya selalu menyelipkan “Jika memang Kau percaya padaku, berikanlah aku kesempatan untuk lolos dan pergi ke Jepang ya Rabb”. Sempat tersiar kabar bahwa yang mendaftar program ini sekitar 4000 lebih mahasiswa dari seluruh Indonesia. Tapi saya gak mau ambil pusing, bermodalkan keyakinan tinggi, malam itu setelah kami pengajar dan panitia rapat, saya download hasil pengumumannya. Dan, ya disitu tertulis nama Azhari Fauzan,betapa bersyukurnya saya diberi kesempatan untuk lolos seleksi berkas. Seleksi selanjutnya adalah wawancara, salah satu bagian favorit saya dari setiap seleksi yang saya ikuti. Karena ketidaktelitian saya, saya berniat untuk pulang dan memesan Tiket kereta tanggal 1, karena jadwal wawancara hanya sampai tanggal 2 Februari. Tiket kereta sudah dipesan melalui kakak saya, namun disatu sisi saya tidak mungkin melewatkan momen perpisahan dengan anak murid saya disini. Akhirnya saya mencoba membaca kembali persyaratan wawancara, ternyata saya salah, disitu tertulis wawancara dilakukan via telepon. Betapa bahagianya saya membaca itu, tak apalah tiket seharga Rp 60.000 hangus asalkan saya bisa tetap melewati momen perpisahan dengan anak-anak sambil wawancara tanpa perlu pulang ke Jakarta.

Lagi lagi saya merasakan kebaikan Allah disini, kalo rejeki emang gak akan kemana. Hari itu tanggal 1 Februari saya mengajar seperti biasa, kemudian dilanjutkan jalan-jalan dengan anak-anak kelas 2 sambil mengunjungi rumah-rumah mereka sekadar bersilaturahmi dan bertukar pikiran dengan orang tua murid. Saya cukup khawatir jika nomer HP saya tidak bisa dihubungi oleh panitia Jenesys untuk diwawancarai, maklum desa ini sinyal agak susah. Jika saya tidak bisa dihubungi, pupus sudah harapan saya untuk pergi ke Jepang, karena tidak bisa dihubungi akan dianggap mengundurkan diri. Lagi lagi, Allah begitu baik dengan saya, ia seakan memerintahkan panitia untuk menelpon saya di saat dan waktu yang tepat. Saat itu saya sedang berada di lapangan menonton murid-murid saya bertanding sepak bola melawan murid Ibu Fathia Kelas 3. Saya langsung menuju tempat sepi, semak-semak dipinggir tambak ketika menerima telepon wawancara dari Panitia. Berbagai pertanyaan berusaha saya jawab sebaik mungkin, sampai akhirnya di menit ke 14 percakapan kami selesai. Huft, betapa leganya saya sudah diwawancara. 

Tidak seperti biasanya, ketika saya amat sangat yakin ketika proses wawancara dalam sebuah seleksi. Kali ini saya merasa bimbang, saya menganggap jawaban-jawaban saya kurang maksimal. Saya menjawab sekena dan setahu saya saja, karena pertanyaannya seputar negara Jepang. Lagi-lagi pepatah “kalo rejeki gak akan kemana” selalu saya jadikan pedoman. Tak lupa saya selalu menyelipkan agar diberikan kesempatan pergi ke jepang dalam doa-doa saya.

2 Februari, adalah momen yang paling ditunggu-tunggu. Perpisahan dengan anak-anak murid kesayangan saya. Mulai dari surat, kado, sampai ikan dan udang diberikan oleh murid dan orang tua murid sebagai bentuk kecintaan mereka. Tangis anak-anak murid pecah, mereka seakan tak mau kehilangan guru-guru yang tak sampai 3 minggu mengajar mereka. Ketika ada pertemuan pasti akan ada perpisahan, anak-anak sudah terlanjur terpaut hatinya dengan kami. Hanya satu yang saya khawatirkan, apakah semangat belajar mereka nanti akan tetap sama ketika kami sudah kembali ke Jakarta? Semoga saja semangat itu akan tetap ada. Pagi hari di tanggal 3 Februari, kami sudah siap menuju Jakarta, lagi-lagi anak-anak berdatangan melepas kepergian kami. Berat rasanya meninggalkan desa yang penduduknya sangat ramah ini. Namun kami harus tetap pulang, melanjutkan rutinitas kami di Jakarta, Kuliah. Perjalanan yang cukup lama kami manfaatkan untuk deep sharing, ya kami para pengajar dan Novia sebagai Education Development pernah berjanji untuk deep sharing sebelum selesai aksi GUIM. Perjalanan menjadi tak terasa mendengarkan cerita seru dari mereka, di tengah cerita, saya mencoba untuk membuka internet, mencari tahu pengumuman 96 peserta terpilih Jenesys 2014. Betapa bersyukurnya saya ketika nama saya kembali tertulis disitu, Maha Besar Allah dengan segala nikmatnya. Tak banyak kata yang bisa saya ucapkan, hanya terus bersyukur atas nikmat yang tak terhingga ini. Ucapan selamat dari teman dan kerabat dekat terus berdatangan, mimpi saya seakan menjadi nyata. Allah memang tak pernah tidur, ia pasti akan mengabulkan doa hambanya yang punya niat baik dan mau berusaha, hanya waktunya saja mungkin yang berbeda. Intinya Pantaskanlah dirimu untuk menerima hadiah dari-Nya, tentunya dengan cara-cara yang Ia Ridhoi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar